Kamis, April 23, 2009

Sukses Karena Bahagia ?

"Kebahagiaan ialah sesuatu yang dapat mengantarkan kepada kesuksesan (surga)"
Ali bin Abu Thalib


"Kebanyakan orang hanya melakukan pekerjaannya dengan alasan penghasilannya yang tinggi. Tanpa pernah memikirkan apakah pekerjaan itu sesuai jiwa, pribadi, misi dan visi hidupnya. Mereka hanya berpikir kalau penghasilannya tinggi, mereka akan bahagia dan segalanya beres.
Ternyata tidak demikian, karena betapa pun besarnya penghasilan seseorang kalau pekerjaanya tidak selaras dengan misi dan visi hidupnya, maka pekerjaan itu tidak akan memberikan kebahagiaan, tapi justru menjadi sebuah perjuangan dan beban.
Saat kita berhasil meraih tujuan yang bukan datang dari hati, kita akan tetap merasa
kekurangan. Semakin kita sukses, hidup kita akan semakin kering dan kekurangan arti. Oleh karena sebenarnya kita mengejar kesuksesan untuk menghindari rasa sakit dari perasaan kurang yang menganga di hati kita."



Kutipan kalimat diatas berada diantara halaman-halaman buku Quantum Ikhlas, by Erbe Sentanu.
Membukanya lembar demi lembar, memahami maknanya kata demi kata, kira-kira begitulah cara saya membacanya. Hehehe...walaupun belum terbaca semua, namun ada sesuatu yang saya temukan yang teryata selama ini sesuatu itu saya cari-cari. Apa ya? Banyak deh,..



Do’a hatiku

Malam gelap menjadi pintu-pintu pembuka rahmat Ilahi
Pertemuan hambanya dengan yang maha kasih
Berkiblat, menengadah kedua belah tangan penuh harap
Kepada Dia...
Yang tak pernah lelap dan tidur, seperti waktu yang takkan berhenti tanpa seizinNya.
Adalah Dia maha pengucur segala karunia.
Ya Rabb...
Hadirkan di segumpal hati ini rasa bahagia
Bukan sekedar semu berteman fatamorgana
Karena kekal adalah milik-Mu
Seperti amal turun-temurun tak terputus
Begitulah menjadi insan yang selalu berguna
Ya Rabb…
Tiada daya tanpaMu, tiada hari tanpa Kau beri
Jadikan hati selalu untukMu
Atas segala niat, atas segala tindak dan tuntunlah langkah kepada yang bijak
Agar diri selalu berbuat, agar setiap amal menjadikan manfaat
Yang kan Kau jaga dan piara jiwa ini dari tipu muslihat
Agar tak lupa kepada lautan, dikala terbang membumbung ke awan
Agar tak lena akan dunia…
Ya Rabb…
Percikan embun kepada hati yang mengingatMu
Bimbinglah ikhlas, agar menemani setiap otak yang selalu bergejolak
Maha pemberi ketentraman hati…
Jadikan do’a - do’a yang terkabul dari hati yang tak lalai
Tuk selalu mengingatMu.


Puisiku malam itu, 23-04-2009

Nge-blog VS Mood

:-)

Hobi menulis tak tersalurkan? Nulis buku gak finis-finish? Wehehe, habis belum jelas apa yang mau dibukukukan. Jadi penulis aja di-blog. Bisa berbagi pengalaman dengan para pembaca. Belajar bagaimana menyampaikan sebuah ide, pendapat, tip trik, sampai kepada berbagai tutorial yang bisa dibaca secara gratis oleh semua pengunjung.

Tuker ilmu, tuker pengalaman, tuker cerita, curhat dan lain sebagainya biasanya akan menghiasi sederetan tulisan yang muncul di sebuah blog. Dan biasanya sang penulis akan menuliskan isi blognya sesuai dengan apa yang sedang dialaminya, dirasakannya, dipikirkannya, atau sekedar mem-posting sesuatu yang sedang fenomenal pada saat ini dan menjadikannya sebagai topik pembicaraan yang hangat. Hwahaha...

Misalnya nih ya, dia sedang giat-giatnya belajar berbisnis, maka di blognya pun bertebaran artikel-artikel mulai dari bagaimana cara menjadi kaya mendadak sampai kepada tip n triknya biar cepat sukses.

Lain ceritanya bagi anak muda yang sedang jatuh hati atau patah hati, mungkin ia akan banyak mengukir kata tentang hati, ataupun puisi-puisi yang bernuansa hati-hati.

Lain pula jika sang penulis sedang marah atau ngamuk, bete, sebel, jutek, mungkin juga ia akan banyak membuat tulisan yang banyak mengupas tentang emosi, kepribadian, sampai bagaimana cara mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh hatinya itu sendiri. Hehehe, yang jelas nge-blog itu punya keunikan tersendiri.

Kamis, Maret 26, 2009

“Programmer Bisa Ketiwi”

"Cerpen"
oleh : Estiningrum


Bagaimana kisah ini ditulis? Iseng ajah ngilagin bete, berdasarkan pengalaman pribadi? Iya sebagian ada juga n sebagiannya lagi ngarang, yah maklumlah penulis suka sekali menghayal yang lucu-lucu, hehe..
Tapi kisah ini menyedihkan, menyebalkan sekaligus mengandung hikmah yang sangat dalam bagi penulis.
Nah simak ceritanya yah...

Cuplikan :

”Kuukuruyuuk,....” Tiba-tiba handphone Delvi berbunyi.
”Halo,...pagi pak Bejo?” Suara Delvi mengangkat telepon.
”Jadi gimana nie nak Delvi? Berapa harga programnya? nanti mau saya transfer”
”SI perpus seharga empat juta saja pak, spesial buat bapak...” Delvi berkata dengan logat yang dimantap-mantapkan, padahal hatinya juga sedikit ngeri membayangkan bisa gak ya buat program itu..
”Baiklah, itu kecil buat saya. Tapi ingat, harus tepat waktu ya, kalau nggak, tak gundul sampean!”
Delvi terkejut. Ternyata kliennya galak juga.
***

Delvi terduduk lemas di depan pintu kostnya. Pandangan matanya menerawang entah kemana, satu demi satu air matanya menetes. Benar-benar ia merasa hari itu ia adalah orang terguoblog di dunia. Hancur, ia betul-betul merasakan kekecewaan yang sangat berat, malu, putus asa dan patah hati. Benarkah ia penipu? Sungguh tuduhan yang amat menyakitkan.

***


1. Hayalan Di Kelas Delvi

Seperti pagi itu, ketika sinar hangat sang mentari menembus masuk ke dalam ruang kelas yang dipenuhi oleh mahasiswa yang sedang belajar. Seorang dosen sedang menjelaskan matakuliah Pemrograman dengan serius. Dari balik kacamata minusnya, ia bebas mengintip semua mahasiswa yang ternyata memiliki ekspresi berbeda-beda ketika mendengarkan penjelasannya. Ada yang pasang wajah tegang (mungkin dia mikir gimana ya caranya membuat sistem), ada yang bengong (mungkin dia bingung kok saya belum juga dong/paham), ada yang mengantuk (mungkin semalam bikin program sampai pagi dan berangkat kuliah nggak mandi), ada juga yang cuek bersungut-sungut (oh mungkin ibu ini menyebalkan, cepetan donk keluar udah laper nich, ngantuk lagi), ada juga yang lagi asyik ngerumpi (eh, besok pemilu nyoblos apa ya?, kalo aku sih sukanya ama yang gambar bulan campur padi, hehe), ada juga yang HPnya tiba-tiba bunyi ”Tulalit...tulalit” (oh, mungkin HPnya kuno, nggak bisa di-silent). Xixixi... Dosen yang ternyata bernama bu Nuke itu tersenyum dalam hati membayangkan yang lucu-lucu.

Ternyata, di sudut ruangan ada seorang Delvi sedang asyik dengan lamunannya. Pandangannya entah kemana, bibirnya menyunggingkan sedikit senyum dan tangannya menahan dagu.
Delvi dalam lamunannya ketika bertemu pak Bejo kemarin sore.

”Nak Delvi,..anda tau siapa saya?”.Delvi menggelengkan kepala menatap pak Bejo dengan penuh tanya. ”Saya adalah Bejo Raharjo Notobojo, pemilik perpustakaan pribadi yang saat ini sedang naik pohon, eh naik daun. Anda tau kenapa?”. Lagi-lagi Delvi menggelengkan kepala, kali ini dengan nyengir sedikit. ”Perpustakaan saya memiliki koleksi lebih dari 100.000 judul buku tentang banyak bidang ilmu yang ada di kota ini. Emm..maksud saya mulai dari buku-buku pelajaran SD, SMP, SMA sampai Kuliah jurusan macem-macem deh. Tentang IT juga banyak. Ini adalah perpustakaan pertama pribadi dan terlengkap di kota ini. Tappi,...nak Delvi, yang perlu anda ketahui bahwa sampai saat ini perpustakaan saya yang besar ini masih menggunakan cara manual dalam pengolahan data. Tentu anda lebih tahu apa yang saya maksud. Untuk itulah kali ini kita bertemu, saya pikir anda lebih mengerti sistem semacam apa yang saya idam-idamkan.”

”Duor!” Suara bu Nuke mengagetkan Delvi seketika diiringi oleh suara cekikiki dari teman-teman sekelasnya. ”Xixixi...”
”Baiklah, kalau tidak ada yang bertanya kalian sesat di jalan!”
Delvi angkat tangan dengan spontan.
”Saya tanya, Bu”
”Silakan, Delvi, apa pertanyaannya?” Bu Nuke memalingkan pandangannya ke arah Delvi sambil membetulkan letak kacamatanya.
Delvi garuk-garuk kepala. ”Bu, berapa ya harganya Sistem Informasi Perpustakaan?”
Bu Nuke tersenyum sedikit. ”Aha, kenapa? Kamu mau beli? Boleh, beli dengan saya murah, 5 juta sajja...”
”Enggak, Bu makasih. Cuma nanya doang.” Jawab Delvi dengan wajah tanpa dosa.
”Ya, sudah. Sekian materi pada hari ini, Assalamu Alaikum....”

Bu Nuke melangkah keluar diikuti oleh semua mahasiswa. Sementara itu, Delvi dan Paino berjalan paling belakang.

”Del, ngapain sih kamu nanya kayak gitu sama Bu Nuke?” Paino menatap Delvi dengan alisnya yang berkerut, sedikit nyengir tanda penasaran.
”Biassa,bisnis, bisnis...Aku kan ingin tau juga berapa pasarannya sekarang. Dari pada jatuh ke tangan Bu Nuke, mendingan tak kerjain ndiri aja. Kemarin kami udah dil, seminggu lagi mau diambil.” Delvi menjawab dengan gayanya yang sok yes begitu. Ia nampak pede banget hari ini.
”Apaan sih dal dil dul !” Paino bersungut-sungut.

”Kuukuruyuuk,....” Tiba-tiba handphone Delvi berbunyi.
”Halo,...pagi pak Bejo?” Suara Delvi mengangkat telepon.
”Jadi gimana nie nak Delvi? Berapa harga programnya? nanti mau saya transfer”
”SI perpus seharga empat juta saja pak, spesial buat bapak...” Delvi berkata dengan logat yang dimantap-mantapkan, padahal hatinya juga sedikit ngeri membayangkan bisa gak ya buat program itu..
”Baiklah, itu kecil buat saya. Tapi ingat, harus tepat waktu ya, kalau nggak, tak gundul sampean!”
Delvi terkejut. Ternyata kliennya galak juga. ”Eh,,,pak, pak tunggu, begini ajah, pak, pak, transfernya nanti ajah kalo proyeknya dah jadi, gimana? oke pak?”
”Baiklah, sampai jumpa seminggu lagi”.
”Ceklek”, telepon ditutup tanpa basa-basi.


2. Mencari Logika Ke Mbah Pinter

Malam itu Delvi sibuk mencari logika untuk membuat Sistem Informasi Perpustakaan. Beberapa buku sudah ia baca, beberapa situs sudah dikunjunginya. Ia tidak peduli biarpun malam telah larut. Namun belum juga ditemukan. Dengan dahi berkerut dan mata mengantuk, menjadikan bukunya sebagai bantal, ia pun bermimpi...
Ada seorang kakek datang dan berkata padanya ”Cucuku,..kalo kamu mau sukses jadi programmer, mintalah resep ke mbah dukun...”
Delvi terjaga dari tidurnya, sejenak ia melamun. ”Iya kali ya? Saya harus pergi ke sana”.
Pagi-pagi sekali Delvi sudah berada di rumah mbah Pinter, dukun ternama di desa itu.
”Ada apa gerangan dikau datang kemari, mengganggu saja, orang lagi enak-enak tidur”
”Mbah, bangun mbah, mau duit nggak?” Delvi menepuk-nepuk punggung mbah Pinter yang lagi tidur.
”Ya iyalah, dasar programmer!” Mbah Pinter beranjak dari pembaringannya.
”Makanya itu mbah, tolongin saya biar pinter, Mbah, saya belum dapat logika SI Perpustakaan nich...5 hari lagi harus sudah jadi. Plis mbah...” Delvi memohon-mohon sambil mencium tangan mbah Pinter. Tiba-tiba hidungnya bersungut-sungut ”Hm...bau ikan mbah, uhuk-uhuk..”
”Hush, sembarangan. Saya ini sudah mandi..” Kata mbah dukun mengibaskan tangan Delvi.

”Yah maap Mbah, btw yg tadi saya bilang gimana mbah, plis...”
”Hm...itu ketjil urusannya, kamu tinggal ikuti syaratnya..” Mbah dukun memutar-mutar kumisnya.
”Apa mbah...?”
”Hm...anak muda, kamu punya jin nggak?”
”Ya iyalah mbah, saya kan anak gaul, keren, cakep, manis, baik hati dan...”
”..Cukup, hentikan!” Mbah Pinter menutup mulut Delvi dengan tangannya. ”Geer banget sih...”
”Hm...Mbah, lepasin donk ah,..” Delvi berusaha melepaskan tangan mbah Pinter.
”Nanti kamu ke kampus pake jin ya..?”
”Pake jin Mbah? kan gak boleh kuliah pake jin?”
”Kamu mau nggak?”
”Iya, iya mau..trus...?”
”Kamu pasang kumis palsu, biar tambah pede, jadi ketika ketemu pak Bejo kamu kelihatan berwibawa n sedikit syerem, hahaha...”
”Cuma itu mbah? Brati saya ndak perlu bayar mahal kan untuk konsultasi kali ini? 25 ribu ajah ya Mbah?”
”Heit, enak ajah 25 ribu, emangnya kamu konsultasi tugas akhir apa? Jin bukan sembarang jin, kumis bukan sembarang kumis. Semuanya sudah saya sediakan untuk kamu. Biar jin-jin keberuntungan akan mengikuti kamu kemana pergi.”
”Ya udah iya, iya...”
”Sekarang ente bayar 500ribu. Dan pulang sana cepat...” mbah dukun mengambil uang yang sudah disediakan di tangan Delvi dan mendorong Delvi keluar kemudian segera mengunci pintu.
***

Sesampainya di kost, Delvi segera mandi dan pergi ke kampus. Kebetulan pagi ini kuliahnya bu Nuke lagi.

Pagi ini Delvi datang terlambat gara-gara tadi mampir ke rumah Mbah Pinter. Di depan pintu kelas, bu Nuke menatap kedatangannya tak berkedip.
”Pagi Bu,...” Sapa Delvi tersenyum sambil terus berjalan masuk ke kelas pura-pura tidak tau apa kesalahannya.
”Stop, stop....” Tangan Bu Nuke disilangkan di depan pintu. ”Kamu....pake celana apa itu ?”
”Ini celana jin bu, saya keren kan bu?” Delvi malah balik bertanya sambil tersenyum.
”He....kan sudah saya bilang, jangan pake celana jin apalagi setan!”
”Ya maaf bu...saya kan cuma punya celana jin, ndak punya celana setan apalagi celana hantu bu...” Sudah tau salah, Delvi masih saja ngeyel. Entah kenapa sejak pulang dari rumah mbah Pinter dia jadi seperti itu.
”Hush diam !!” Bu Nuke berkata agak keras kali ini. ”Sekarang kamu pulang, cepat.... Saya tunggu 10 menit kalo belum kembali dengan ganti celana yang bukan jin, sudah, jangan ikut kuliah saya hari ini.”

Delvi memalingkan langkahnya, pulang. Apakah ia kecewa ? Iya, tapi entah mengapa pagi ini dia jadi aneh. Kejadian ini sebenarnya sudah dibayangkannya sejak tadi. Tu khan pake dibayangkan segala, makanya kejadian bener. ”Gimana kalo umpama aku sampai kost trus hujan trus gak jadi kesini?” Delvi bergumam dalam hati. Tiba-tiba terdengar suara halilintar. ”Duer...” Delvi terkejut sekali lagi. Pandangannya dipalingkan ke langit. Kok alam merespon semua hayalannya dengan cepat. ”Tu khan kejadian bener, aduh gimana nih di kamarku kan bocor, gimana kalo umpamanya monitorku kejatuhan air, trus basah, trus keluar asap, trus kebakar, aduh...” Delvi berlari-lari menuju ke kostnya. Sementara hujan turun seketika dengan derasnya. Sesampai di kost, ternyata Paino teman sekostnya juga baru sampai. Buru-buru mereka membuka pintu.

”Eh, tumben ente pulang cepet ?” Tanya Paino.
”Iya nih panjang ceritanya. Udah ah, aku mau lihat monitorku..” Delvi berlari ke kamar, melihat monitornya yang diletakkan di lantai.
Tes, tes, kok ada yang menetes dari atap. Delvi buru-buru menggeser monitronya. Tapi..tidak lama kemudian, monitornya mengeluarkan asap.
”Ha…………….? No,....gosong, No....njeblug No..”
“A……………….tutup kuping…….” Mereka berdua lari sejauh-jauhnya.
“Duor….” Teryata monitor itu benar-benar njeblug. Delvi menangis memeluk monitornya.”Aduh...sayang gimana donk, kamu tega banget sih mengebom diri sendiri..kamu nggak ingin aku sukes po?..” Dan komputer Delvi pun hanya tinggal CPU-nya saja, seiring dengan bayangan-bayangan programnya yang belum kelar sedikit pun, wajah seram pak Bejo dan wajah brewok Mbah Pinter, si dukun kurang sopan yang telah memberinya pelajaran tak berarti ini.

Delvi semakin bingung. Logika belum ketemu, mau beli monitor nggak punya duit. Mau ke mbah dukun lagi takut ditipu, mau menelepon pak Bejo nggak punya nyali, mau minta tolong bu Nuke, malu. Mau minum, nggak haus, mau makan, nggak lapar. Ah, serba salah. ”Hatiku deg-degan nih..resah, gelisah,...aduh...”


3. Prahara Delvi & Pak Bejo

5 hari kemudian HP Delvi berbunyi. ”Kuukuruyuuk...”Belum lagi melihat siapa yang menelepon, hatinya sudah yakin bahwa itu pasti pak Bejo. ”Jaddi...gak usah dilihat apalagi diangkat!.” Delvi memasukkan HPnya kedalam bantal. ”Bunyi-bunyi sendiri sana, emangnya gue pikirin. Pusing ah..”

Tiba-tiba Paino datang membawa makanan.
”No...kok cuma satu. Lha aku ndak dibeliin?”
”Ah..kamu piye to? Ditelpon ndak diangkat. Kirain dah makan, ya udah aku beli untuk aku ajja..kamu beli sendiri sono...” kata Paino dengan logat jawanya yang medok.
”Oh...kamu to? kirain..pak Bejo, hehe..”Delvi tertawa kecil sambil mengeluarkan HPnya dari dalam bantal kemudian menancapkan dengan sumber listrik yang berada dibelakang Paino.”Hehe..baterainya habis..”

”Kuukuruyuuk....” HP Delvi berbunyi lagi.

”Nih Del Hpmu bunyi.”Paino menyodorkan HP kepada Delvi.
”Ha...pak Bejo? Aduh, gimana ini? Belum jadi nich. Matiin aja deh HP-ku.” Delvi membanting HPnya hingga co.id. Wajahnya pucat, tangannya dingin, deg-degan gak karuan. Menggigil seperti orang malaria.

”Tok..tok..tok...”Ada yang mengetuk pintu.
Delvi mengintip dari balik tirai. “Ha?...pak Bejo. Aduh,..gimana ini? No…tolong No….” Delvi berbisik kepada Paino kemudian ia sembunyi di balik Tirai.
“Selamat siang pak Bejo…ada yang bisa saya banting?” Paino membukakan pintu.
“Heh…” Pak Bejo menarik teliga Paino “Katakan dimana Delvi?”
”Del, Delvi lagi ke kampus pak.”

Pak Bejo matanya berkeliling ke semua sudut ruang. Aha, tiba-tiba ia melihat ada sepasang sepatu nongol dibalik tirai. Langsung saja ia injakkan kakinya pada sepasang sepatu itu. ”Aduh....” terdengar suara pemiliknya keluar dari balik tirai dan langsung mau kabur. ”Heh, mau kemana dikau?” Pak Bejo menarik kerah baju Delvi.
”Am, am, ampun pak....”
”Dasar programmer kacangan. Belum pernah makan sandal ya?”
”Su, sudah pak...”
”Apa? Oh, pantesan agak error. Eh, mana pesanan saya? Manna?” pak Bejo menjewer telinga Delvi.
Delvi menggelengkan kepala, dengan gugup ia pun berkata ”Maaf pak, programnya be,be,be..lum ja..di, pakkk”
”Apa? Kamu mau tipu saya ha?”
”Enggak pak, gratis deh pak, gak usah ditransfer..suer pak, gratis, tis..” Delvi mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.

Pak Bejo menggelengkan kepala. “Delvi, saya betul-betul kecewa dengan anda. Anda tidak tepat waktu, tidak profesional. Gara-gara anda sekarang saya harus menunda sistem perpustakaan saya yang seharusnya running hari ini, padahal saya sudah berpromosi ke semua khalayak bahwa hari ini perpustakaan saya menggunakan teknologi baru. Saya betul-betul kecewa dengan anda, padahal anda sudah saya promosikan sebagai seorang programmer muda. Ternyata....anda hanyalah seorang penipu.” Pak Bejo berlalu tanpa basa-basi.

Delvi terduduk lemas di depan pintu kostnya. Pandangan matanya menerawang entah kemana, satu demi satu air matanya menetes. Benar-benar ia merasa hari itu ia adalah orang terguoblog di dunia. Hancur, ia betul-betul merasakan kekecewaan yang sangat berat, malu, putus asa dan patah hati. Benarkah ia penipu? Sungguh tuduhan yang amat menyakitkan.
”Del, aku mengerti perasaanmu. Menangislah sepuasnya. Tumpahkan semua kesedihan hingga kamu merasa lega.” Paino berusaha menghibur sahabatnya. Ia duduk disamping Delvi sambil terus berceramah. ”Lagian Del, pak Bejo sudah berlalu koq, kan masih ada yang lain...? kamu kan pinter, pasti bisa, suatu saat pasti bisa jadi programmer beneran. Iya khan?”

Delvi mengganggukkan kepala ”Amin” begitu katanya sambil mengelap pipinya yang basah dengan taplak meja yang ada didepannya.
”Ih, kamu zoro” Begitu komentar Paino. Delvi tidak peduli.
”No,..mana baygon ya?” Delvi mencari-cari di sudut ruangan.
”Aduh,..kamu mau ngapain? Jangan, istigfar Del, inget...inget sama Allah.” Buru-buru Paino mengambil baygon di belakang pintu dan menyembunyikannya. ”Jangan Del, jangan lakukan. Aduh, nanti siapa yang menemaniku kost disini. Siapa yang mengajariku belajar pemrograman? Siapa yang menemaniku makan? Aduh,.. Jangan tinggalkan aku...”
Delvi memandang Paino dengan heran. ”Emang kenapa No? Aduh, lihat nih kakiku digigit nyamuk. Semprot donk..” Delvi menggaruk-garuk kakinya yang gatal.
”Hoala...kirain kamu mau....hehehe. Alhamdulillah sahabatku ternyata masih waras”
”Kamu ngomong apa sih No?” Tanya Delvi dengan lugu.
Paino baru ingat bahwa Delvi memang orangnya masih lugu, polos dan jujur. Jadi, Paino pikir juga dia tidak akan berbuat senekat itu.
”Enggak,. Eh, enggak, iya ini baygonnya.” Paino tersenyum-senyum sendiri. Kali ini dia lega, sangat-sangat lega...


4. Tidak Tergoda

Delvi duduk melamun di tangga lantai 3. Terbayang olehnya perkataan bu Nuke pada suatu hari ”Jadi,..kalau kalian masih pemula, jangan coba-coba berani menerima proyek besar dan mengatakan kata sepakat untuk dikerjakan dalam waktu yang singkat. Kecuali jika dikerjakan bersama-sama dengan pakarnya. Sebab, jika proyek itu gagal, aduh...sakitnya seperti makan sandal, pahit...” Delvi baru mengerti dan menyadarinya ”sekarang”.

”Duor...!” Suara Ninik membangunkan lamunannya.
Delvi sedikit terkejut, namun ia hanya menoleh sebentar. Tanpa senyum, pandangannya datar-datar saja tanpa ekspresi.
” Del, koq dari tadi melamun terus? Ada apa sich?” Ninik bertanya dengan wajah penasaran.
”Au’ ah, aku lagi juteq, bete bangets...” Jawab Delvi dengan malas.
”O...gitchu....Btw kamu mau tau nggak gimana cara ngilangin bete?”
Delvi hanya menggeleng. ”Enggak!”
Ninik tersenyum kecil. ”Del, coba pandangan kamu itu jangan lurus terus, liat dong ke bawah, hm...”
Delvi hanya mengangkat alisnya sedikit. ”Hm.. Ke bawah?” Pandangan Delvi tetap saja lurus dan kosong.
”Iya. Del, coba liat nih, sandalku, liat dong...” Ninik menunjuk ke arah sandalnya.
”Ngapain?” Tanya Delvi cuek.
”Coba kamu perhatikan bunga yang ada di sandalku ini.” Ninik menunjuk ke sandalnya yang dihiasi bunga-bunga berwarna pink.

”Kenapa?” Delvi perlahan-lahan memalingkan pandangannya ke bawah. ”Maksudmu piye to? Pameran sandal baru, iya?” Tanya Delvi dengan muka serius.
”Ih, galak amat sih. Del, dengerin aku bentar. Taukah kamu Del? Bunga ini...bunga ini...Del.........seperti hatiku.” Ninik berkata agak malu-malu tapi dasar memang ia seorang pemberani, jadi lanjut saja..
”Maksudnya???”
”Ya...hatiku ada bunganya gitu...”
”Ha? Ada bunganya? Maksudya gimana...” Delvi mengerutkan alisnya.
”Ya..ampoon..dasar programmer! Yah, maksudnya aku itu lagi berbunga-bunga sama kamu. Ai lop yu gitooo...” Ninik berkata sambil berlalu pergi dengan muka yang kemerah-merahan.
Delvi ternganga heran. Lama-lama ia baru konek dengan dunia nyata. Maklumlah, sedari tadi ia terbang ke alam proyeknya yang gagal. ”Hohoho...jadi dia..? Hahaha... Aduh...jangan-jangan...au’ah pusing, lagi gak mikirin lop-lopan. Gak tau apa orang lagi patah hati.” Tawa Delvi seketika terhenti. Wajahnya kembali serius.

Delvi melangkah pelan menuju warnet kampus. Ia buka Yahoo Messenger dan chating dengan seorang programmer tempat ia sering berkonsultasi. Programmer tersebut bernama Mantasya atau disingkat Tasya.

Tasya : ”Hai bro, pa kabar?”
Delvi : ”Tidak baik..” Delvi menceritakan panjang dan lebar kisah kegagalannya.
Tasya : ”O...jadi githu. Biasa, itu masalah yang sering dihadapi oleh para pemula”
Delvi : ”Iya bro, daku kan baru pertama. Rasanya sakiittt...bangets. Tidur tak nyenyak, makan tak enak, mukaku mau ditaruh dimana bro? Dimana? Coba bayangkan!”
Tasya : ”Taruh sini aja bro,..daku juga lagi deadline ketat nih, besok ketemu ama user. Jadi ntar malam daku siap-siap ngecek program untuk mastikan gak ada yang error.”
Delvi : ”Wah, enak ya kalo udah jadi programmer betulan. Kapan ya daku bisa seperti dikau?”
Tasya : ”Tenang Del, gak usah buru-buru. Semua itu butuh proses. Tidak instan!. Asalkan dikau mau terus belajar, mencoba dan mencoba lagi. Siapa tau dikau sudah jadi master pada percobaan yang ke 99..???”
Delvi : ”Ha? 99 kali mencoba bro? Banyak banget ? jadi aku harus 99 kali buat program baru lulus jadi programmer? Iya?”
Tasya : ”Lho katanya mau jadi master? 9 kali buat sistem informasi dan 9 kali belajar meningkatkan kualitasnya, gitu..kan jadinya 99”
Delvi : ”Hehehe, pinter juga ya dikau bro, dapet ilmu dari mana?”
Tasya : ”Ngarang”
Tasya : ”Nie ada kata-kata motivasi dari Mario Teguh ”Kita membutuhkan kesalahan untuk mencapai kualitas hasil yang lebih tinggi dari pada yang bisa kita capai kalau kita berhasil pada upaya pertama”. Ayo senyum donk,...semangat, semangat..!

Delvi menganggukan kepala tanda setuju. Pelan-pelan ia mengangkat bibirnya ke atas, terseyum. Dan hatinya bergumam ”Saya sudah bangkit, tidak ada kata kata gagal, yang ada hanya sukses atau belajar” jadi inget kata-kata pak Tung Desem Waringin.

***

Sekian dulu ceritanya yah,..masih ada sambungannya, kan Delvi belum berhasil jadi programmer, jadi bagaimana usaha seorang Delvi dalam menggapai cita-citanya? Simak lagi dalam kesempatan lain dalam cerita ”Programmer Bisa Ketiwi” Hehehe...


Copyright@estiningrum_2009

Minggu, November 09, 2008

Sang Pencari

Kukejar sinarmu berpindah ke langit sebelah,
Kutangkap bayangmu berlari ke balik awan,
Kubidik dengan kamera mata hati,
Yang tercetak hanyalah mimpi seperti kemarin.
Coba...
Kembali kucoba kembali.
Mencari satu yang kutau tiada dan harus hadir didiriku.
Pukulan yang keseribukah,
Batu itu kan terbelah
Dan menjadi bilah-bilah
-Pedang berdiri diatas batu karang
Menebas gunung-gunung penghadang.
Keluarlah...
Sang pengembara dari hutan kegagalan.
Tuk temukan siapa dirinya?
Jati dirinya.

Ada 2 macam manusia, mana yang lebih baik?

Ada dua macam manusia, mana yang lebih baik?
Itu pertanyaan motivator Mario Teguh pada suatu malam di MetroTV, lebih kurangnya begini :
1. Seseorang yang ketika ia berada di dekat kita, membuat kita yakin bahwa dia hebat
2. Seseorang yang ketika ia berada di dekat kita, membuat kita yakin bahwa kita hebat

Sejujurnya kita akui, bahwa manusia sangat lebih suka dipuji dari pada di kritik. Pujian membuat hati melambung tingi dan kritikan membuat nyali menciut...Benarkah?Dalam hati kecil ini, sejujurnya mengakui bahwa ada kekurangan yang kita miliki yang bahkan hal itu merupakan kelebihan bagi orang lain. Ya...akui saja bahwa memang dia luar biasa dalam hal itu dan saya tidak. Secara otomatis, terkadang perasaan itulah yang membuat kita merasa 'berkecil hati'. Apa iya ya? cobalah mata hati ini lebih tajam melihat, sekali lagi lebih ber-positif feeling. Bahwa manusia diciptakan dengan kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Tengoklah diri ini, temukan satu kelebihan! Dan jangan gara-gara tidak tau apa bakat kita trus salah ambil jurusan, salah memasuki dunia kerja, salah ambil keputusan de'el'el deh. Misalnya begini : dalam suatu organisasi terdapat beberapa orang dengan kelebihannya masing-masing. Ada yang bakatnya memang dari sononya pinter ngomong, mungkin dia cocok untuk tampil jadi moderator di atas panggung. Ada yang pinter teknisi, biasanya gak kelihatan karena dia sembunyi dibalik komputer. Ada juga desainer, tiap hari berduaan ama laptop. Ada yang tingkat kejujuran dan ketelitiannya tinggi, cocok juga bagian keuangan. Dan lain-lain masih banyak lagi orang-orang yang bekerja dibalik layar dan tidak kelihatan dimana makluknya? Tapi bagaimana pun kesuksesan sebuah organisasi tidak terlepas dari peran orang-orang yang berada dibalik layar. Yah..gitu deh. Semua itu terjadi karena karakter dan bakat kita emang beda-beda. Sehingga kita bisa saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Coba bayangpun, seandainya semuanya programmer, terus siapa yang tukang mbeli program ? Atau kalau semuanya jadi pembicara, lalu siapa yang jadi pendengar? Maha Adil Allah dengan segala Maha KaryaNya.
Btw,...apa hubungannya dengan kata-kata Mario Teguh tadi ya?
Hm...saya baru ingat dan kagum dengan kebiasaan orang-orang MLM, mereka suka sekali meng-edifikasi temen-temennya, saling memuji dengan tulus itu sudah biasa mereka lalukan dengan crosslinenya (saingannya) sekalipun. Kalau ada yang lagi 'down, diberikan motivasi "ayo...kamu pasti bisa..."
Gitu deh...Hm...saat saya menulis ini, malam telah larut, tidur ah... Esok pagi, kuingin terjaga dan mengawali hari dengan semangat, xixixi...

Judul TA dan bakat anda???

Suatu hari,...ada aja mahasiswa yang nanyain "Bu...judul apa ya yang bagus buat Tugas Akhir saya? Hoala nak...dikau itu hobinya apa? Suka nggambar atau animasi atau pemrograman atau editing video atau teknisi atau jaringan atau akuntansi atau....?Kalo menurut saya sih...jurusan informatika itu fleksibel, berhubungan dengan berbagai macam bidang ilmu. Ada yang merasa kurang mampu di pemrograman, ya..pastinya dia punya bakat lain. Kalau dia hobinya nggambar ya udah..buat aja pilem kartun, media pembelajaran, company profile, de'el'el. Lha bu...saya ndak bisa nggambar n nggak bakat pemrograman. Ah masa sich? Coba test...editing video hobi ndak? Mbok bikin pilem aja, rekaman apa gitu misalnya video mbenerin komputer. Trus kalo teknisi atau jaringan? Atau akuntansi? Kan bisa mbuat Sistem Informasi Akuntansi? Lha bu...itu kan pake logika pemrograman juga?Ya...iyalah masa ya iya dol, pake speedy lah.. masa' spidol?

Lalu...apa hubungannya bakat/minat/hobby dengan Tugas Akhir?
Begini sodara,..seperti kita sadari bersama bahwa ketika kita mengerjakan sesuatu yang sangat kita sukai, bisa dipastikan hasilnya bagus? kenapa? ya karena kita mengerjakan itu dengan ikhlas bangets sepenuh hati.Sebab...bagaimana pun juga membuat Tugas Akhir dengan tangan sendiri sangat jauh lebih baik daripada minta di'buatin. Karena itu kenali dulu bakat anda...Coba bayangkan....misalnya nih...saya kuliah jurusan Manajemen Informatika, ambil judul TA Sistem Informasi Stok Barang. Saya belajar di sini karena ingin punya keahlian programmer. Tapi karena malas dan saya hobinya pilem kartun, maka saya minta dibuatin temen. Pertanyaannya adalah : sekarang siapa yang jadi programmernya? temen saya to? Trus...saya bisa apanya donk? Mau pura-pura jadi analisnya? We'e'e'e'e'...:-) Dari pada nglindur jadi programmer di siank bolonk,..Mendingan ambil aja judul yang saya hobi..pilem kartun.
Oleh karena itu...arahkan bakat dengan benar.
Tapi ada juga yang merasa kurang berbakat misalnya di pemrograman, tapi dia seneng ingin belajar pemrograman, nah...kalau semangat belajar lebih kuat dari pada bakat, insyaAllah pasti bisa... Jaddi..selamat belajar ajja..
Ada juga jenis orang yang bisa kedua-duanya, atau oke semuanya. Yah,...manusia memang beda-beda. Punya kelebihan dan kekurangan ndiri-ndiri. Mungkin dalam hal ini dia bisa tapi tidak dalam hal lain.
Ya..gitu deh menurut saya...,kalau ada yang mau memberi koment atau punya pendapat lain..silahkan...

Sedikit Kata "Bermakna"

Bapak-bapak ibu-ibu...
Ini ada beberapa cuil kata yang saya dapatkan dari artikel "Bunga Rampai"
** Kesabaran itu adalah sesuatu yang terpuji kecuali ketika agama dihina, harga diri dikoyak, dan hak dirampas. **
**Kemarahan manusia itu bermacam-macam. Ada yang lekas marah, lekas tenang dan lekas hilang. Sebagian lambat marah, lambat pula reda. Sebagian lagi lambat marah tetapi cepat reda. Yang ketiga ini terpuji. (Imam al-Ghozali) **